Rabu, 14 Juli 2010
Phalawakya Wajib Pasangan Remaja Putra
Diposting oleh
Pesantian Bhaskara Gita Shanti
01.02
NASKAH PEMBACAAN PALAWAKYA WAJIB
PASANGAN REMAJA PUTRA
UTSAWA DHARMA GITA TINGKAT NASIONAL XI
(dikutip dari Teks Mosalaparwa)
1.I sanding sang Krsna Baladewa mojar ta sang Yuyudhāna ri sang Krtwarmā; “Sang Krtwarmā, tan sira ksatriyawiśesa, amatyani śatru sĕdĕng maturū, apan yaya wangke gati nika; milu pwa kita sahāya ning Aśwatthāmā umatī sang Pañca Kumāra sĕdĕng nira maturū; ya tika kalĕngĕn de sang watĕk Yadu, matangyan tan ahāyani ri kita”. Anmangkana wuwus sang Yuyudhāna, agirang sang Pradyumna; atĕhĕr manudingi sang Krtwarmā. Umalĕs sang Krtwarmā tumudingi sang Yuyudhāna.
Terjemahan :
Disamping sang Krsna dan Baladewa berkatalah sang Yuyudhana kepada sang Krtawarmā : “Sang Krtawarmā kamu bukanlah bersifat kestaria sejati sejati, karena membunuh musuh yang sedang tidur, karena tidak bedanya itu membunuh mayat namanya, kamu ikut seperti sang Aśwattāmā membunuh Sang Panca Kumara yang mereka sedang tidur, hal itu yang diingat oleh para yadu, maka mereka tidak mau berteman denganmu. Demikian perkataan sang Yuyudhana, sangat senang hatinya Sang Pradyumna, lalu menuding Sang Krtawarmā. Sang Krtawarmā balas menuding Sang Yuyudhana.
2.Irika ta karĕngwan ika wuwus sang Krtwarmā, sakroda ta sang Krsna, arddha rĕngu tinghal nira; humāsya ta sang Sātyaki, umatuturakĕn wrta nika Syamantaka, an sang Krtwarmā mulanya kalap de sang Satyabhāmā; anangis ta sang Satyabhāmā, kapituturĕn ri pati sang Satrājit, pinaribhawa de sang Śatadhanya ring kulĕm; tumon pwa ri galak sang Krtawarmā, mangadĕg ta sang Sātyaki.
Terjemahan :
Pada waktu itu terdengar perkataan Sang Krtawarmā, sangat marah Sang Krsna, pandangan beliau sangat bengis, tertawalah Sang Satyaki menceritakan riwayat Syamantaka, dimana awalnya Sang Krtawarmā diambil oleh Sang Satyabhāma. Menangislah Sang Satyabhāma teringat dengan kematian Sang Satrājit yang dibunuh oleh Sang Satadhanya pada malam hari. Melihat kemarahan Sang Krtawarmā berdirilah Sang Satyaki.
3.Inutus ta sang Stāyaki de sang Krsna, mwang sang Babhru, tan angga sang Sātyaki; tinungĕl ta gulū sang Krtwarmā, pĕgat tanpasāra, sang Yuyudhāna umati sang watĕk Yadu. Umangsĕh sang watĕk Wrsnyandhaka, manglawanakĕn sang Krtwarmā. Kapwāwĕrö sahananya, inuhutan de sang Krsna sahananya, tan angga apan kawesa deni sang Kalikĕla; sang Yuyudhāna ta sira pinugutan chistabhājana, mwang sang Satyaka, sakrodha sang Pradyumna mahanulung, ndatar kawĕnang kinabehan de sang Wrsnyandhakabhoja; ri wĕkasān pĕjah sang Yuyudhāna mwang bapa sang Satyaka.
Terjemahan :
Diutuslah Sang Satyaki oleh Sang Krsna dan Sang Babhru, tidak mau Sang Satyaki. Dipotonglah leher Sang Krtawarmā, putus tanpa daya. Sang Yuyudhanamembunuh golongan yadu. Mendesak maju golongan Wrsni dan Andhaka membela Sang Krtawarmā. Semuanya mabuk ditahan oleh Sang Krsna, tetapi tidak bisa karena mereka sudah dikuasai oleh Sang Kalikala. Sang Yuyudhana dipenggal dengan piring dan mangkuk sesajen bersama Sang Satyaka. Pradyumna dengan marah hendak menolong namun tidak berhasil karena kebanyakan orang-orang Wrsni, Andhaka dan golongan Bhoja. Akhirnya Sang Yuyudhana dan ayahnya Sang Satyaka meninggal.
4.Anmangkana sira kālih nihata, dinawut parungpung pinakasañjata nira; irika ta patĕmahan musalāyomaya ghora, pinakapamupuh nira ring sang Wrsnyandhakabhoja; pĕjah ta-ya tĕka sapuluh pisan, ndatan awĕdi mangkin silih sāmbut padāndawut parungpung; ya-ta matĕmahan musalyomaya, saka sambut denya sowang-sowang, tĕkeng dukut rondon yawat ika kasambut de nira juga matumahan mosalarupa; marok tĕkĕng prang wĕkasan, an tan wruh ri lawanya rowangnya.
Terjemahan :
Demikian kematian mereka berdua. Dicabutlah pohon gelagah sebagai senjatanya. Saat itu pula gelagah itu berubah menjadi senjata gada yang amat hebat, dipakai memukul orang Wrsni, Andhaka dan golongan Bhoja; sekalian sepuluh orang meninggal, namun mereka tidak takut saling menyambut masing-masing mencabut pohon gelagah. Semua gelagah itu berubah menjadi senjata gada yang hebat, saling serang mereka semuanya. Sampai-sampai rumput dengan daunnya setiap yang diambil berubah menjadi senjata gada. Akhirnya keadaan menjadi perang yang kacau, tidak dapat mengenal yang mana kawan yang mana lawan.
5.Katon ta sang Baladewa sumande wit ning kayu, magawe yogadhārana anmangkana lwir ni sang Baladewa; harohara ta sang bhatara Krsna, matangyan’n kon i sang Dāruki, umundangan sang Arjuna, śīghra-śīghra; lunghā ta sang Dāruki, kinwan ira ta sang Babhru, sira rumaksā stri nira; ryyangkĕn lumaksa sang Babhru pinupuh ta sira dening lubdhaka, makasañjata musala, mati ta sira, tuminghal ta śri bhatara Krsna, mwang manastapa ta sira.
Terjemahan :
Terlihatlah Sang Baladewa bersandar dipohon kayu melaksanakan yoga, demikianlah keadaan Sang Basudewa. Sang Krsna merasa cemas karena itu beliau menyuruh Sang Daruki memamnggil Sang Arjuna. Dengan segera Sang Daruki pergi, disuruhnya Sang Babhru menjaga istrinya. Ketika Sang Babhru akan berangkat, dia dipukul oleh seorang pemburu dengan senjata gada, akhirnya dia meninggal. Sang Krsna, sangat sedihlah hatinya.
6.Matĕrakĕn ta strī nira muliha sang Madhusūdana, kapanggih ta mahāraja Basudewa, inarpanākĕn ta stri nira sodhaśahasra sakwehnya; atĕhĕr sira manĕmbah musap suku nirang bapa; “Bapa pahalba tājñāna rahadyan sanghulun; sāmpun hilang tikang watĕk Yadu, katĕkan sang brāhmanaśapa, ndatan kawenang pinakanghulun mangher, uttama nikang kabeh, matangyan pamwit pinakanghulun masusupa ning alas; ikang strī pinakanghulun kabeh kārya raksān de rahdyan sanghulun, yapwan tĕka sang Arjuna, irika ta yenarpanākna, mwang ikang Yadu śesa ning pejah”.
Terjemahan :
Beliau mengantarkan para istrinya kembali ke istana Sang Madhusūdana, dijumpailah Maharaja Basudewa, diserahkanlah istrinya 16.000 orang banyaknya lalu beliau menyembah mengusap kaki ayahnya : “Ayah tenangkanlah pikiran ayah, semua bangsa yadu sudah habis, akibat kutukan para pendeta, tidak bisa hamba tinggal , sangat penting semuanya, oleh karena itu hamba mohon diri untuk pergi kehutan. Adapun istri hamba semuanya tolong tuanku menjaganya, apabila Sang Arjuna telah datang maka serahkanlah mereka beserta para yadu sisa dari yang meninggal.
7.Mangkana ling bhatara Krsnānĕhĕr lungha ta sira, makrak tikang strī kabeh makusah, kapati sang Rukminī, mwang sang Jāmbawatī; mahāraja sang Basudewa kawuntwan ing gulū mwah ta de sang Krsna, mareng Prabhāsatīrtha; katon ta wangkay nikang Wrsnyandhaka, gulingan nirawaśesa, matutur ta sira ri manastapa suka sang Gāndhārī, mangke kari sira tumon kulawarga nira pĕjah tarpaśesa; katon ta sang Baladewa sumande wit ning kayu, magawe yogadhārana, umijil ta ng nāga sakeng tutuk nira, aputih warnanya, sinungsung ring nāga kabeh, Taksaka, Kumuda, Pundarīka, Hrāda, Durmukha, Prawrddhi.
Terjemahan :
Demikian perkataan Sang Krsna lalu beliau pergi, menjeritlah para istri beliau sangat cemas, lebih-lebih Sang Jambawati dan Sang Rukmini. Raja Basudewa dipeluk lehernya oleh Sang Krsna yang pergi ke Prabhāsatirtha. Terlihatlah mayat para Wrsni dan Andhaka bergelimpangan tanpa sisa, teringatlah beliau suka dukanya dengan Sang Gandhari, sekarang hanya melihat keluarganya yang mati tanpa sisa. Terlihat Sang Baladewa bersandar dipohon kayu, beryoga dan keluarlah naga dari mulutnya berwarna putih disongsong oleh para naga semua seperti Taksaka, Kumuda, Pundarika. Hrāda, Durmukha, Prawrddhi.
8.Sang Baruna, manungsung ring pādyārghācamanīya, wĕkasan lunghā mulih ring pātala; manangis ta sirānĕhĕr manusup ring alas, maturū ring taru, magawe yogadhārana; kathañcit ta hana śri Jara ngaranya, anak mahārāja Basudewa; yatānusup ring alas mangusi mrga, ta wruh ri hilang sang watĕk Yadu; katon pwa suku bhatara Krsna denya, ya pinanahnya ta ya; matĕmahan ta sira muwah Wisnumūrti, caturbhujāpitāmbara; satinghalnya śri Jarā manangis ta yānĕhör mamĕkul suku nira Keśawa.
Terjemahan :
Sang Baruna menyambut dengan memberikan air pencuci kaki dan berkumur, akhirnya semua kembali kedunia naga. Sang Krsna menangis lalu menyusup kedalam hutan, tidur dipohon kayu sambil melakukan yoga. Kebetulan ada orang Śri Jara namanya putra Raja Basudewa, dia menelusuri hutan mencari binatang buruan. Dia tidak mengetahui tentang hancurnya keluarga yadu. Terlihatlah olehnya kaki Sang Krsna, lalu dipanahnya, akhirnya beliau menjelma menjadi Wisnu (Wisnumurti ) dengan empat lengan berbaju kuningan, setelah dilihat oleh Śri Jara menangislah dia memeluk kaki Sang Kesawa.
sesuai Buku Panduan Utsawa Dharma Gita Tingkat Propinsi NTB Tahun 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Said
logo sangat bagus cukup memberikan nuansa kesucian
Said
tolong krm teks wirama wirat jagatditha yg berjudul (Nahan sita lawas yudistira miwang buana) terimakasih